DOSEN KILLER, MEMANG PINTER ATAU KEBLINGER

"Ini skripsi atau bantal sich, tebal tidak berbobot, revisi ulang" demikian teriak seorang dosen penguji memecah keheningan dan kesakralan ruangan sidang yang terhormat di tahun 2006 silam, saya hanya bisa bilang iya, wajah seketika memerah, tangan gemetaran, kaki serasa tak bertumpu, dunia terasa mendekat kiamat, bagaimana tidak, perjuangan lima tahun dengan segala daya upaya untuk membuat sebuah karya tulis dengan hasil memuaskan, berantakan sudah, gara-gara egoisme seorang penguji, waktu itu, saya menyebutnya Hittler yang terlahir kembali dalam wujud seorang Dosen. 
    Sidang tugas akhir prakerin, uji kompetensi, tugas akhir, skrispi, tesis, disertasi adalah acara puncak dan dianggap sakral di lembaga pendidikan, baik di tingkat SMK, Politeknik, maupun universitas. Sebuah kebanggaan bisa menyelesaikan dan melewati tahap sidang tugas akhir tersebut. Tradisi sidang akhir umumnya dilaksakanakan tertutup, dimana dalam ruangan kecil hanya ada pembimbing, atau dua orang penguji dan siswa yang diuji/disidang. Lalu apa masalahnya? 
        Dari berbagai cerita dan pengalaman yang mengikuti jalannya sidang tugas akhir tertutup, terdapat beberapa kelemahan antara lain : 
  1. Penguji yang notabene dosen/guru killer biasanya melemparkan pertanyaan OOT (Out of Topic) agar siswa sulit menjawab. Suatu kebanggaan bagi penguji bila siswa tidak bisa menjawabnya, karena dosen tersebut ingin dianggap berwawasan luas. Padahal bagi siswa dan pembimbingnya hal tersebut sangat menyebalkan. 
  2. Penguji tidak malu untuk marah – marah, otoriter, memotong pembicaraan, mendebat kusir karena di ruangan tersebut merekalah yang diberi hak penuh untuk mendominasi. Hal tersebut diperparah jika dosen penguji sedang mengalami masalah pribadi seperti banyak hutang, kalah tender, baru diPHK atau sedang ribut dengan pasangan. Maka siswa akan menjadi sasaran pelampiasan emosi. 
  3. Bagi siswa yang diuji, suasana sidang yang mirip arena pembantaian akan berbekas sepanjang hayatnya. Dengan demikian sekolah menciptakan generasi yang penuh kebencian, kemarahan dan ketegangan. Siswa tersebut suatu saat akan melampiaskan hal yang sama pada orang lain yang lebih rendah kedudukannya. Sama halnya seperti tradisi opspek yang tidak bisa dihilangkan selain memutus generasi. 
  4. Buat siswa angkatan bawah, mereka tidak bisa melihat pengalaman seniornya bagaimana cara presentasi yang baik, memilih materi yang baik dan antisipasi menjawab pertanyaan. Mereka hanya dikabari dari peserta sidang bahwa sidang tugas akhir itu menyeramkan, berkeringat dingin dan nyaris pingsan! 
  5. Siswa kurang serius mengerjakan tugas akhir karena hanya menghadapi dosen – dosen penguji yang sudah dikenalnya sejak bertahun-tahun. Hasil penelitan dan kerja keras siswa hanya diketahui penguji dan pembimbing saat itu saja dan tidak banyak yang tahu. Tulisan yang tebal dan sarat ilmu akhirnya menjadi arsip perpustakaan sekolah. 

Lalu bagaimana sebaiknya? 

Salah satu solusi penulis adalah menyelenggarakan sidang tugas akhir secara terbuka atau sangat terbuka. Bila perlu sidang dihadiri ratusan orang, disaksikan secara live dan rekamannya diupload ke Youtube! Wah memang sidang tugas akhir mau disamakan dengan ajang mencari bakat yang disiarkan di televisi swasta? Ya! Idenya hampir sama seperti itu. Ini adalah keuntungan jika sidang dilaksanakan secara terbuka: 
  1. Penguji akan berpikir 2 kali jika bertanya tidak proporsional atau OOT, pertanyaan dan pernyataannya bisa menjadi bumerang karena disaksikan banyak orang yang juga menilai kemampuan dosen penguji. Dengan demikian dosen killer dan tukang bantai tidak bisa semenamena dan lebih santun cara penyampaiannya. 
  2. Hasil kerja keras siswa bisa dibagikan (sharing) ke publik seluruh dunia! Bukan lagi menjadi formalitas akademis atau hiasan perpustakaan. Keorisinalitas karyanya bisa menjadi sumber inspirasi banyak orang. 
  3. Kebanggaan bagi peserta sidang jika karyanya disaksikan langsung banyak orang dan mendapat tepuk tangan bergemuruh dari seisi ruangan. Kepercayaan diri akan tumbuh untuk bisa tampil lagi di depan umum. 
  4. Siswa akan lebih serius mengerjakan tugas akhir karena malu jika menampilkan karya ala kadarnya di depan banyak orang (khususnya pacar). 
  5. Penguji tidak perlu melulu dari dosen intern, bisa juga dari kalangan praktisi, pebisnis bisnis agar pertanyaan lebih membumi dan realistis. Lebih mantap lagi jika penguji merupakan dosen sekolah lain agar tercipta silaturahmi antar almamater. 
  6. Promosi bagi sekolah, karena dengan sidang terbuka, sekolah akan disorot dan lebih dikenal. Lebih gila lagi jika sekolah menjadikan acara sidang akhir sebagai festival tahunan dengan mengundang berbagai pihak khususnya wartawan. 
  7. Untuk penilaian selain dari penguji, bisa melibatkan audience berupa SMS polling, like facebook, lembar angket atau cukup dengan tepuk tangan hadirin. 
  8. Bursa kerja bagi siswa calon lulusan sekolah tersebut. Karena tamu undangan juga terdiri dari pebisnis, pengusaha, manajer SDM atau praktisi yang memerlukan fresh graduate untuk bisa membantu usahanya. Tidak heran jika selesai sidang tugas akhir, siswa diminta untuk bekerja atau mengerjakan project. Dengan demikian sekolah akan mempunyai hubungan dengan dunia kerja dan bisnis. 

Tentu sidang terbuka juga mempunyai beberapa kelemahan seperti perlu biaya lebih besar, panitia khusus, ruangan besar dan kesiapan mental bagi siswa peserta sidang. Namun hal tersebut tidak seberapa dibanding manfaatnya. Semoga dengan sidang (sangat) terbuka, bisa memajukan dunia pendidikan kita yang ekslusif.(Wallahualam bishowab)

No comments:

Post a Comment